MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL
Menimbang | : | a. Bahwa dalam rangka pengaturan penanaman modal telah ditetapkan ketentuan mengenai keharusan diperolehnya Izin Lokasi sebelum suatu perusahaan memperoleh tanah yang diperlukan untuk melaksanakan rencana penanaman modalnya; |
b. Bahwa pemberian Izin Lokasi tersebut pada dasarnya merupakan pengarahan lokasi penanaman modal sebagai pelaksanaan penataan ruang dalam aspek pertanahannya; | ||
c. Bahwa pemberian Izin Lokasi tersebut telah diperluas sehingag meliputi juga izin untuk memperoleh tanah untuk keperluan yang tidak ada hubungannya dengan penanaman modal; | ||
d. Bahwa untuk menjamin terlaksananya maksud Izin Lokasi sebagaimana dimaksud dalam peraturan penanaman modal termaksud di atas, perlu mengembalikan fungsi Izin Lokasi tersebut dan membatasinya untuk keperluan penanaman modal dengan menetapkan ketentuan umum mengenai Izin Lokasi dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional, | ||
Mengingat | : | 1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria; |
2. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1970; | ||
3. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1970; | ||
4. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pemerintahan di Daerah; | ||
5. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang; | ||
6. Peraaturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah; | ||
7. Peraaturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah; | ||
8. Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang Badan Pertanahan Nasional; | ||
9. Keputusan Presiden Nomor 97 Tahun 1993 tentang Tata Cara Penanaman Modal sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 115 Tahun 1998; | ||
10. Keputusan Presiden Nomor 101 Tahun 1998 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Menteri Negara; | ||
11. Keputusan Presiden Nomor 122/M Tahun 1998 tentang Kabinet Reformasi Pembangunan; | ||
Menetapkan | : | PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL TENTANG IZIN LOKASI |
Pasal 1
Dalam Paraturan ini yang dimaksud dengan :
1. Izin Lokasi adalah izin yang
diberikan kepada perusahaan untuk memperoleh tanah yang diperlukan dalam
rangka penanaman modal yang berlaku pula sebagai izin pemindahan hak,
dan untuk menggunakan tanah tersebut guna keperluan usaha penanaman
modalnya.
2. Perusahaan adalah perseorangan atau
badan hokum yang telah memperoleh izin untuk penanaman modal di
Indonesia sesuai ketentuan yang berlaku.
3. Group perusahaan adalah dua atau
lebih badan usaha yang sebagian sahamnya dimiliki oleh orang atau oleh
badan hokum yang sama baik secara langsung maupun melalui badan hokum
lain, dengan jumlah atau sifat pemilikan sedemikian rupa, sehingga
melalui pemilikan saham tersebut dapat langsung atau tidak langsung
menentukan penyelenggaraan atau jalannya badan usaha.
4. Penanaman modal adalah usaha
menanamankan modal yang menggunakan maupun yang tidak menggunakan
fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967
tentang Penanaman Modal Asing sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 11 Tahun 1970 dan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1968
tentang Penanaman Modal Dalam Negeri sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1970;
5. Hak atas tanah adalah hak-hak atas tanah sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 16 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960;
6. Kantor Pertanahan adalah Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya
Pasal 2
(1) Setiap perusahaan yang telah
memperoleh persetujuan penanaman modal wajib mempunyai Izin Lokasi untuk
memperoleh tanah yang diperlukan untuk melaksanakan rencana penanaman
modal yang bersangkutan, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud pada
ayat (2)
(2) Izin Lokasi tidak diperlukan dan dianggap sudah dipunyai oleh perusahaan yang bersangkutan dalam hal :
a. tanah yang akan diperoleh merupakan pemasukan (inbreng) dari para pemegang saham,
b. tanah yang akan diperoleh merupakan
tanah yang sudah dikuasai oleh perusahaan lain dalam rangka melanjutkan
pelaksanaan sebagian atau seluruh rencana penanaman modal perusahaan
lain tersebut, dan untuk itu telah diperoleh persetujuan dari instansi
yang berwenang,
c. tanah yang akan diperoleh diperlakukan dalam rangka melaksanakan usaha industri dalam suatu Kawasan Industri,
d. tanah yang akan diperoleh berasal
dari otorita atau badan penyelenggara pengembangan suatu kawasan sesuai
dengan rencana tata ruang kawasan pengembangan tersebut,
e. tanah yang akan diperoleh diperlukan
untuk perluasan usaha yang sudah berjalan untuk perluasan itu telah
diperoleh izin perluasan usaha sesuai ketentuan yang berlaku, sedangkan
letak tanah tersebut berbatasan dengan lokasi usaha yang bersangkutan,
f. tanah yang akan diperlukan untuk
melaksanakan rencana penanaman modal tidak lebih dari 25 Ha (dua puluh
lima hektar) untuk usaha pertanian atai tidak lebih dari 10.000 m2
(sepuluh ribu meter persegi) untuk usaha bukan pertanian, atau
g. tanah yang akan dipergunakan untuk
melaksanakan rencana penanaman modal adalah tanah yang sudah dipunyai
oleh perusahaan yang bersangkutan, dengan ketentuan bahwa tanah-tanah
tersebut terletak di lokasi yang menurut Rencana Tata Ruang Wilayah yang
berlaku diperuntukkan bagi penggunaan yang sesuai dengan rencana
penanaman modal yang bersangkutan.
(3)
Dalam hal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) perusahaan yang
bersangkutan memberitahukan rencana perolehan tanah dan atau penggunaan
tanah yang bersangkutan kepada Kantor Pertanahan.
BAB II
Pasal 3
Tanah yang dapat ditunjuk dalam Izin
Lokasi adalah tanah yang menurut Rencana Tata Ruang Wilayah yang berlaku
diperuntukkan bagi penggunaan yang sesuai dengan rencana penanaman
modal yang akan dilaksanakan oleh perusahaan menurut persetujuan
penanaman modal yang dipunyainya.
Pasal 4
(1) Izin Lokasi dapat diberikan kepada
perusahaan yang sudah mendapat persetujuan penanaman modal sesuai
ketentuan yang berlaku untuk memperoleh tanah dengan luas tertentu
sehingga apabila perusahaan tersebut berhasil membebaskan seluruh areal
yang ditunjuk, maka luas penguasaan tanah oleh perusahaan tersebut dan
perusahaan-perusahaan lain yang merupakan satu group perusahaan
dengannya tidak lebih dari luasan sebagai berikut :
a. Untuk usaha pengembangan perumahan dan permukiman :
1) kawasan perumahan – pemukiman : 1 propinsi : 400 Ha
seluruh Indonesia : 4.000 Ha
2) kawasan resort – perhotelan : 1 propinsi : 200 Ha
seluruh Indonesia : 2.000 Ha
b.
Untuk usaha kawasan Industri | : | 1 propinsi | : |
400 Ha
|
Seluruh Indonesia | : |
4.000 Ha
|
1) komoditas tebu | : | 1 propinsi | : |
60.00 Ha
|
Seluruh Indonesia | : |
150.000 Ha
|
||
2) komoditas lainnya | : | 1 propinsi | : |
20.000 Ha
|
Seluruh Indonesia | : |
100.000 Ha
|
1) Di P. Jawa | : | 1 propinsi | : |
100 Ha
|
Seluruh Indonesia | : |
1.000 Ha
|
||
2) Diluar P Jawa | : | 1 propinsi | : |
200 Ha
|
Seluruh Indonesia | : |
2.000 Ha
|
(2)
Khusus untuk Propinsi Daerah Tingkat I Irian Jaya maksimum luas
penguasaan tanah adalah dua kali maksimum luas penggunaan tanah untuk
satu Propinsi di luar Jawa sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3)
Untuk Keperluan menentukan luas areal yang ditunjuk dalam Izin Lokasi
perusahaan pemohon wajib menyampaikan pernyataan tertulis mengenai luas
tanah yang sudah dikuasai olehnya dan perusahaan-perusahaan lain yang
merupakan group dengannya.
(4) Ketentuan di dalam pasal ini tidak berlaku untuk :
a. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berbentuk Perusahaan Umum (PERUM) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD);
b. Badan Usaha yang seluruh atau sebagian besar sahamnya dimiliki oleh Negara, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah;
c. Badan Usaha yang seluruh atau sebagian besar sahamnya dimiliki oleh masyarakat dalam rangka “go public”.
BAB III JANGKA WAKTU IZIN LOKASI
(1) Izin Lokasi diberikan untuk jangka waktu sebagai berikut :
a. Izin Lokasi seluas sampai dengan 25 Ha : 1 (satu) tahun;
b. Izin Lokasi seluas lebih dari 25 Ha s/d 50 Ha : 2 (dua) tahun;
c. Izin Lokasi seluas lebih dari 50 Ha : 3 (tiga) tahun.
(2) Perolehan tanah oleh pemegang Izin Lokasi harus diselesaikan dalam jangka waktu Izin Lokasi.
(3) Apabila dalam jangka waktu Izin
Lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) perolehan tanah belum selesai,
maka Izin Lokasi dapat diperpanjang jangka waktunya selama 1 (satu)
tahun apabila tanah yang sudah diperoleh mencapai lebih dari 50% dari
luas tanah yang ditunjuk dalam Izin Lokasi.
(4) Apabila perolehan tanah tidak dapat
diselesaikan dalam jangka waktu Izin Lokasi, termasuk perpanjangannya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3), maka perolehan tanah
tidak dapat lagi dilakukan oleh pemegang Izin Lokasi dan terhadap
bidang-bidang tanah yang sudah diperoleh dilakukan tindakan sebagai
berikut :
a. dipergunakan untuk melaksanakan
rencana penanaman modal dengan penyesuaian mengenai luas pembangunan,
dengan ketentuan bahwa apabila diperlukan masih dapat dilaksanakan
perolehan tanah sehingga diperoleh bidang tanah yang merupakan satu
kesatuan bidang;
b. dilepaskan kepada perusahaan atau pihak lain yang memenuhi syarat.
BAB IV TATA CARA PEMBERIAN IZIN LOKASI
Pasal 6
(1) Izin Lokasi diberikan berdasarkan
peritmbangan mengenai aspek penguasaan tanah dan tata guna tanah yang
meliputi keadaan hak serta penguasaan tanah yang bersangkutan, penilaian
fisik wilayah, penggunaan tanah, serta kemampuan tanah.
(2) Surat keputusan pemberian Izin
Lokasi ditandatangani oleh Bupati/Walikotamadya atau, untuk Daerah
Khusus Ibukota Jakarta, oleh Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota
Jakarta diadakan rapat koordinasi antar instansi terkait, yang dipimpin
oleh Bupati/Walikotamadya atau, untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta,
oleh Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta, atau oleh pejabat
yang ditunjuk secara tetap olehnya.
(3) Bahan-bahan untuk keperluan
pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan rapat koordinasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipersiapkan oleh Kepala Kantor
Pertanahan.
(4) Rapat koordinasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) disertai konsultasi dengan masyarakat pemegang
hak atas tanah dalam lokasi yang dimohon.
(5) Konsiltasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi empat aspek sebagai berikut :
a. Penyebarluasan informasi mengenai
rencana penanaman modal yang akan dilaksanakan, ruang lingkup dampaknya
dan rencana perolehan tanah serta penyelesaian masalah yang berkenaan
dengan perolehan tanah tersebut;
b. Pemberian kesempatan kepada pemegang
hak atas tanah untuk memperoleh penjelasan tentang rencana penanaman
modal dan mencari alternatif pemecahan masalah yang ditemui;
c. Ppengumpulan informasi langsung dari masyarakat untuk memperoleh data social dan lingkungan yang diperlukan;
d. Peran serta masyarakat berupa usulan
tentang alternatif bentuk dan besarnya ganti kerugian dalam perolehan
tanah dalam pelaksanaan Izin Lokasi.
Pasal 7
(1)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian Izin Lokasi
ditetapkan oleh Bupati/Walikotamadya atau, untuk Daerah Khusus Ibukota
Jakarta, oleh Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
(2) Sebelum ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan pemberian Izin Lokasi dilaksanakan
menurut Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan nomor 2
Tahun 1993 tentang Tata Cara Memperoleh Izin Lokasi dan Hak Atas Tanah
Dalam Rangka Penanaman Modal dan ketentuan pelaksanaannya dengan
penyesuaian seperlunya dengan ketentuan dalam peraturan ini.
BAB V HAK DAN KEWAJIBAN PEMEGANG IZIN LOKASI
Pasal 8
(1) Pemegang Izin Lokasi diizinkan untuk
membebaskan tanah dalam areal Izin Lokasi dari hak dan kepentingan
pihak lain berdasarkan kesepakatan dengan pemegang hak atai pihak yang
mempunyai kepentingan tersebut dengan cara jual beli, pemberian ganti
kerugian, konsolidasi tanah atau cara lain sesuai ketentuan yang
berlaku.
(2) Sebelum tanah yang bersangkutan
dibebaskan oleh pemegang Izin Lokasi sesuai ketentuan pada ayat (1),
maka semua hak atau kepentingan pihak lain yang sudah ada atas tanah
yang bersangkutan tidak berkurang dan tetap diakui, termasuk kewenangan
yang menurut hokum dipunyai oleh pemegang hak atas tanah untuk
memperoleh tanda bukti hak (sertifikat), dan kewenangan untuk
menggunakan dan memanfaatkan tanahnya bagi keperluan pribadi atau
usahanya sesuai rencana tata ruang yang berlaku, serta kewenangan untuk
mengalihkannya kepada pihak lain.
(3) Pemegang tanah yang bersangkutan
dibebaskan dari pihak-pihak lain atas tanah yang belum dibebaskan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak menutup atau mengurangi
aksebilitas yang dimiliki masyarakat di sekitar lokasi, dan menjaga
serta melindungi kepantingan umum.
(4) Sesudah tanah yang bersangkutan
dibebaskan dari hak dan kepentingan pihak lain, maka kepada pemegang
Izin Lokasi dapat diberikan hak atas tanah yang memberikan kewenangan
kepadanya untuk menggunakan tanah tersebut sesuai dengan keperluan untuk
melaksanakan rencana penanaman modalnya.
Pasal 9
Pemegang Izin Lokasi berkewajiban untuk
melaporkan secara berkala setiap 3(tiga) bulan kepada Kepala Kantor
Pertanahan mengenai perolehan tanah yang sudah dilaksanakan berdasarkan
Izin Lokasi dan pelaksanaan penggunaan tanah tersebut.
BAB VI KETENTUAN PENUTUP
Pasal 10
Izin Lokasi yang sudah dikeluarkan
sebelum berlakunya peraturan ini tetap berlaku sampai jangka waktunya
habis, dengan ketentuan bahwa apabila Izin Lokasi tersebut menunjuk
areal yang melebihi luas tertentu sebagaimana dimaksud dalam pasal 4,
maka Izin Lokasi itu hanya dapat dileksanakan sesudah berlakunya
peraturan ini untuk luas areal yang sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 4
tersebut.
Pasal 11
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 10 Pebruari 1999
MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL