BALIKPAPAN - Salah satu hambatan perkembangan industri kelapa sawit di Indonesia, termasuk di Kaltim adalah isu black campaign. Tudingannya adalah “perusak lingkungan”. Meski usianya sudah memasuki seabad, namun masih banyak hal yang terjadi di lapangan yang sangat menyudutkan industri komoditas unggulan Indonesia ini.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Kaltim Azmal Ridwan mengatakan, pihak asing tersebut hanya ingin industri sawit Indonesia tak maju-maju. Alasannya, mereka tak ingin Indonesia menguasai pasar sumber energi terbarukan di dunia.
“Kita lihat saja, nyata saat ini mereka (pihak asing, Red) yang menyebar isu itu pasti masih menggunakan hasil olahan dari kelapa sawit. Seperti memakai lilin untuk acara candle light dinner, tiap hari mereka melakukan penggorengan, memakai mentega, dan oli mobil mereka menggunakan minyak CPO,” cetusnya.
Dia juga menambahkan, black campaign yang disebarluaskan oleh pihak asing tentang industri kelapa sawit Indonesia sangat merugikan. Padahal diketahui kontribusi kelapa sawit terhadap devisa negara sangat tinggi dan merupakan penyumbang terbesar setelah migas.
“Ini pasti hanya klaim pihak asing yang sebenarnya ingin menguasai industri kelapa sawit. Industri kelapa sawit memang maju di Asia, khususnya daerah Asia Tenggara,” tuturnya.
Dia memperjelas jika perusahaan sudah mendapat izin secara legal dari pemerintah dan selama mereka mengikuti peraturan yang dikeluarkan pemerintah maka sudah jelas tidak bisa dikaitkan dengan black campaign.
“Yang perlu diperhatikan itu adalah cara perusahaan tersebut bekerja, bukan masalah pada kelapa sawitnya. Saya tidak mengklaim perusahaan perkebunan khususnya kelapa sawit itu semua baik. Tapi perkebunan yang baik tersebut adalah yang mengikuti peraturan yang berlaku,” bebernya.
Saat ini, perkembangan kelapa sawit di Kaltim sudah sangat maju. Tantangannya saat ini adalah masalah tata ruang yang belum sinkron antara departemen yang terkait. Terkadang dari pihak pemerintah daerah dan Dinas Kehutanan memiliki klaim yang berbeda.
“Dari pihak pemerintah daerah memberikan izin untuk kerja karena mereka mengklaim area tersebut non-kehutanan. Tapi pihak Dinas Kehutanan mengklaim area tersebut lahan hutan. Mereka sama-sama dari instansi pemerintahan. Kalau sudah begitu, sekarang yang salah siapa?” ujarnya.
Sejak zaman dulu tanaman kelapa sawit berkembang di Indonesia menjadi tanaman komersial yang sangat membantu peningkatan kesejahteraan masyarakat. "Kelapa sawit merupakan tanaman sawit. Bukan hanya menghasilkan minyak dan produk turunan lainnya, namun juga uang yang membawa kesejahteraan bagi rakyat. Pemerintah harusnya dapat berperan untuk melindungi dari isu yang beredar dari orang asing tersebut," pungkasnya. (*/aji/lhl/k8)
Menanggapi hal tersebut, Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Kaltim Azmal Ridwan mengatakan, pihak asing tersebut hanya ingin industri sawit Indonesia tak maju-maju. Alasannya, mereka tak ingin Indonesia menguasai pasar sumber energi terbarukan di dunia.
“Kita lihat saja, nyata saat ini mereka (pihak asing, Red) yang menyebar isu itu pasti masih menggunakan hasil olahan dari kelapa sawit. Seperti memakai lilin untuk acara candle light dinner, tiap hari mereka melakukan penggorengan, memakai mentega, dan oli mobil mereka menggunakan minyak CPO,” cetusnya.
Dia juga menambahkan, black campaign yang disebarluaskan oleh pihak asing tentang industri kelapa sawit Indonesia sangat merugikan. Padahal diketahui kontribusi kelapa sawit terhadap devisa negara sangat tinggi dan merupakan penyumbang terbesar setelah migas.
“Ini pasti hanya klaim pihak asing yang sebenarnya ingin menguasai industri kelapa sawit. Industri kelapa sawit memang maju di Asia, khususnya daerah Asia Tenggara,” tuturnya.
Dia memperjelas jika perusahaan sudah mendapat izin secara legal dari pemerintah dan selama mereka mengikuti peraturan yang dikeluarkan pemerintah maka sudah jelas tidak bisa dikaitkan dengan black campaign.
“Yang perlu diperhatikan itu adalah cara perusahaan tersebut bekerja, bukan masalah pada kelapa sawitnya. Saya tidak mengklaim perusahaan perkebunan khususnya kelapa sawit itu semua baik. Tapi perkebunan yang baik tersebut adalah yang mengikuti peraturan yang berlaku,” bebernya.
Saat ini, perkembangan kelapa sawit di Kaltim sudah sangat maju. Tantangannya saat ini adalah masalah tata ruang yang belum sinkron antara departemen yang terkait. Terkadang dari pihak pemerintah daerah dan Dinas Kehutanan memiliki klaim yang berbeda.
“Dari pihak pemerintah daerah memberikan izin untuk kerja karena mereka mengklaim area tersebut non-kehutanan. Tapi pihak Dinas Kehutanan mengklaim area tersebut lahan hutan. Mereka sama-sama dari instansi pemerintahan. Kalau sudah begitu, sekarang yang salah siapa?” ujarnya.
Sejak zaman dulu tanaman kelapa sawit berkembang di Indonesia menjadi tanaman komersial yang sangat membantu peningkatan kesejahteraan masyarakat. "Kelapa sawit merupakan tanaman sawit. Bukan hanya menghasilkan minyak dan produk turunan lainnya, namun juga uang yang membawa kesejahteraan bagi rakyat. Pemerintah harusnya dapat berperan untuk melindungi dari isu yang beredar dari orang asing tersebut," pungkasnya. (*/aji/lhl/k8)